Pemikiran Politik Islam

Pemikiran Politik Islam

Pemikiran Politik Islam – Politik Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah Islam yang multi interpretatif. 

Pada sisi lain, hampir setiap muslim percaya akan pentingnya prinsip-prinsip Islam yang multi interpretatif itu, tidak pernah ada pandangan tunggal mengenai bagaimana seharusnya Islam dan politik dikaitkan secara pas. 

Bahkan, sejauh yang dapat ditangkap dari perjalanan diskursus intelektual dan historis pemikiran dan praktik politik Islam, ada banyak pendapat yang berbeda beberapa bahkan saling bertentangan mengenai hubungan yang sesuai antara Islam dan politik. 

Memahami makna umum dari politik dan Islam, dapat dipahami bahwa untuk berbicara tentang politik Islam semestinya merujuk pada suatu partikularistik kajian politik dalam kerangka nilai-nilai Islam normatif. 

Sumber kajian dalam pemikiran politik islam:

  1. Al-Qur’an
  2. Sunnah Rasulullah SAW
  3. Kebijakan Khulafaur Rasyidin
  4. Fiqih Siyasah

Fungsi Pemikiran politik dalam islam:

  • Sebagai sarana dalam merealisasikan misi dan tujuan mulia jangka pendek (dunia) dan jangka panjang (akhirat).

Politik dan otoritas kekuasaan:

  • Untuk merealisasikan al-maslahah amanah yang berorientasi dunia dan akhirat berdasarkan etika politik islam.

 Umat dan Politik:

Agama pemerintahan dan umat atau masyarakat merupakan satu kesatuan organis yang tidak terpisahkan dalam kesatuan sosial dan politik.

Prinsip-prinsip Dasar Politik Islam

  1. Amanah (al-mabda’ al-amanah)
  2. Masyarakat( (al-mabda’ al-syura)
  3. Persamaan (al-mabda’ (al-mussawah)
  4. Keadilan (al-mabda’ al-adalah)
  5. Kemajemukan (menghargai perbedaan)

Pengertian Islam politik, arti dalam terminologi adalah Islam sebagai subyek utama yang diterangkan dan ditegaskan sebagai koridor oleh subyek berikutnya (subyek yang menerangkan) yaitu politik yang memunculkan arti, Islam yang mencakup tentang politik. 

Berdasarkan arti kata per kata dalam keterangan tersebut maka arti secara luasnya menjadi “Sebuah Sistem dan aturan dalam syariat yang diturunkan oleh Allah yang mencakupi permasalahan Ketatanegaraan serta sistem hukum beserta produknya (berupa aturan/perundang-undangan)”. 

Sedangkan pengertian politik Islam adalah : “Sebuah tatacara dan sistem ketatanegaraan yang dilandasi oleh syariat dan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.” 

Islam politik merupakan syariat yang berhubungan dengan kekuasaan/negara) dan politik Islam (kekuasaan/negara yang sesuai dengan syariat) mempunyai titik temu yang sama, yaitu tentang sebuah ketatanegaraan yang sesuai dengan syariat.4

Pemikiran politik islam kontemporer

Pemikiran politik Islam kontemporer merupakan kajian politik tentang isu-isu aktual seperti persoalan hubungan Islam dan politik, demokrasi, hak asasi manusia, negara-bangsa, pluralisme, feminisme, dan masalah-masalah mutakhir lainnya yang menggunakan banyak perspektif keilmuan Islam. 

Perspektif yang dikembangkan tidak hanya menggunakan pendekatan ilmu-ilmu keislaman yang bersifat sintesis antara klasik dan kontempore.

Tetapi juga menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial dari tradisi Barat dalam kerangka kerja epistemologis dan metodologis yang bersifat interkoneksi. Karena itu pemikiran politik Islam kontemporer bersifat aktual dan kekinian. 

Persoalan-persoalan politik kontemporer tersebut sering menjadi bahan perdebatan yang tidak pernah usai dalam lingkungan dunia Muslim, termasuk kalangan akademik di pusat-pusat studi dan perguruan tinggi Islam. 

Sebagaimana lazimnya respon dan perspektif pemikiran Muslim dalam memandang isu-isu kontemporer tersebut tidaklah tunggal dan selalu beragam sesuai dengan orientasi pandangan masingmasing.

Pemikiran politik islam klasik

Salah satu ciri pemikiran politik Islam era klasik adalah tidak mempersoalkan kedudukan agama dan negara, apakah terintegrasi atau terpisah. 

Perdebatan yang terjadi di era klasik berkisar pada wajibnya pendirian sebuah negara, cara memilih kepala negara, dan syarat-syarat yang harus dimiliki kepala negara. 

Selain itupemikiran politik yang berkembang juga cenderung merupakan respon terhadap kondisi sosial politik yang terjadi. 

Kemunculan paham Sunni sendiri merupakan bentuk kegelisahan terhadap cara pandang yang dibangun oleh kelompok-kelompok yang cenderung mendiskreditkan posisi sahabat Nabi yang dianggap oleh sebagian kalangan yang berseberangan telah melakukan pengkhianatan. 

Bagi kalangan Sunni, kepemimpinan setelah wafatnya Nabi Muhammad bersifat terbuka–tidak terbatas hanya menjadi milik ahl bayt. Apa pun latar belakangnya, jika dianggap layak dan kompeten maka ia bisa diusulkan menjadi pemimpin. 

Jadi, penunjukan atau pengangkatan khalifah sebagai penguasa yang sah tergantung pada kualitas-kualitas spesifik yang dimiliki calon pemimpin.

Itulah informasi yang bisa kami bagikan, semoga informasi yang kami bagikan ini bermanfaat dan terima kasih telah membaca.    

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *