Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the wp-pagenavi domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the loginizer domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the schema-and-structured-data-for-wp domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114
Media dan Gender, Ini Penjelasannya! - Akreditasi.org

Media dan Gender, Ini Penjelasannya!

Media dan Gender

Media dan Gender – Media massa bukan merupakan faktor tunggal yang memengaruhi persepsi masyarakat terhadap bias gender. 

Namun intensitas konsumsi masyarakat terhadap media, dimungkinkan dapat memperkokoh stereotip yang memang sudah ada dalam nilai-nilai masyarakat. 

Media massa memang bukan yang melahirkan ketidaksetaraan gender, namun media massa dapat memperkokoh, melestarikan, bahkan memperburuk ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat.

Penyebab Kesenjangan Gender

Masalah gender atau pemilahan peran sosial laki-laki dan perempuan merupakan hasil dari konstruksi sosial dan budaya melalui pembiasaan,sosialisasi, budaya dan pewarisan budaya sejak anak dilahirkan ke dunia yang dipengaruhi oleh waktu dan tempat (Suryadi dan Idris, 2004).

Pada prinsipnya gender bisa berbeda dan dipengaruhi oleh waktu dan tempat sehingga tidak bisa berlaku universal dan tetap menetap (Suryadi dan Idris, 2004). 

Mansour Fakih (1996) dalam bukunya menyebutkan bahwa konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.

Media adalah salah satu instrumen utama dalam membentuk konstruksi gender pada masyarakat. Media yang memiliki karakteristik dengan jangkauannya yang luas, bisa menjadi alat yang efektif dalam menyebarluaskan konstruksi gender kepada masyarakat.

Gender memang bukan kodrat atau ketentuan Tuhan, melainkan buatan manusia, buatan masyarakat atau konstruksi sosial. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. 

Namun, timbul persoalan bahwa perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan. Walaupun laki-laki tidak menutup kemungkinan akan menjadi korban ketidakadilan gender, tetapi perempuan masih tetap menduduki posisi tertinggi sebagai korban ketidakadilan gender.

Gender berperan dalam media massa dan terwakili dalam platform media. Platform ini tidak terbatas pada film, radio, televisi, iklan, media sosial, dan video game. 

Ada inisiatif dan sumber daya untuk mempromosikan kesetaraan gender dan memperkuat pemberdayaan perempuan di industri dan representasi media. 

Misalnya, UNESCO, bekerja sama dengan Federasi Jurnalis Internasional, menguraikan Indikator Sensitif Gender untuk Media yang berkontribusi terhadap kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di semua bentuk media.

menurut Mansour Fakih, ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, di antaranya marjinalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi. 

Atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe, atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang, serta sosialisasi ideologi peran gender. 

Ketidakadilan gender inilah yang digugat ideologi feminis, yang berangkat dari suatu kesadaran akan suatu penindasan dan pemeresan terhadap wanita dalam masyarakat.

Baik itu di tempat kerja ataupun dalam konteks masyarakat secara makro, serta tindakan sadar, baik oleh perempuan atau pun laki-laki dalam mengubah keadaan tersebut.

Pentingnya jurnalis dan institusi media mempunyai sensitif yang tinggi dalam permasalahan perempuan, dan untuk menghasilkan jurnalisme yang berperspektif gender, sepertinya profesional media massa harus bekerja keras. 

Setidaknya, ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan para pelaku media massa, yaitu: pertama, kemampuan profesional, etika dan perspektif pelaku media massa terhadap permasalahan gender masih rendah. 

Akibatnya, hasil penyiaran belum sepenuhnya mampu mengangkat permasalahan perempuan pada arus utama (mainstream).

Kedua, media massa belum mampu melepaskan diri dari perannya sebagai medium ekonomi kekuasaan, baik yang datang dari penguasa, otoritas intelektual, ideologi poitik, ataupun pemilik modal.

Ketiga, kurangnya peran aktif dan representasi perempuan dalam media massa menjadikan perempuan sulit untuk keluar dari posisi keterpurukannya saat ini.

Keempat, perlu pengubahan paradigma pada media massa berkaitan dengan pencitraan perempuan yang selama ini dipakai. 

Pencitraan perempuan dalam media, yang selama ini cenderung seksis, objek iklan, objek pelecehan dan ratu dalam ruang publik, perlu diperluas wacananya menjadi perempuan yang mampu menjadi subjek dan mampu menjalankan peran–peran publik dalam ruang publik.

Media gender and identity 

Media populer menyajikan beragam cerita tentang perempuan dan laki-laki. Apa dampak gambaran dan gagasan ini terhadap identitas masyarakat?

Edisi baru Media, Gender dan Identity merupakan pengantar yang mudah dibaca mengenai hubungan antara media dan identitas gender saat ini. 

Direvisi dan diperbarui sepenuhnya, termasuk studi kasus baru dan bab baru, laporan ini mempertimbangkan berbagai penelitian dan memberikan cara berpikir baru tentang pengaruh media terhadap gender dan seksualitas.

David Gauntlett membahas film seperti Knocked Up dan Spiderman 3, majalah pria dan wanita, acara TV, buku pengembangan diri, video YouTube, dan banyak lagi, untuk menunjukkan bagaimana media berperan dalam membentuk identitas diri individu.

Media gender equality 

Media mempunyai pengaruh yang signifikan dalam membentuk pemikiran dan tindakan kita, merefleksikan dan mempengaruhi struktur dan sistem masyarakat. 

Hal ini memegang kekuasaan atas pemahaman kita tentang gender, termasuk norma, peran dan stereotip. 

Norma gender, atau ekspektasi dan standar masyarakat yang menentukan bagaimana individu harus berperilaku dan memenuhi peran tertentu berdasarkan persepsi gendernya, memainkan peran penting dalam distribusi kekuasaan dalam masyarakat. 

Norma-norma ini juga tercermin dalam struktur media seperti organisasi, asosiasi, dan redaksi. Untuk mengatasi hal ini, UNESCO berkomitmen untuk mempromosikan kesetaraan gender di dalam dan melalui media. 

Organisasi ini bertujuan untuk mencapai hal ini dengan mendorong kesetaraan gender dalam konten media, meningkatkan liputan media tentang isu-isu terkait gender, menerapkan dan meningkatkan praktik pelaporan responsif gender di seluruh bidang tematik, dan mempromosikan kesetaraan gender dan kesetaraan di ruang redaksi.

Itulah informasi yang bisa kami bagikan, semoga informasi yang kami bagikan ini bermanfaat untuk kalian semua dan terima kasih telah membaca.     

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *