Filosofi Ekonomi Syariah

Filosofi Ekonomi Syariah

Filosofi Ekonomi Syariah – Sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan (sains) modern, maka ilmu ekonomi syariah merupakan suatu kebangkitan (emergence) dalam dunia sains Islam di abad ke-20 oleh para intelektual muslim guna melawan hegemoni perekonomian konvensional ala Barat.

Motif ekonomi yang digunakan dalam ekonomi Syariah merupakan tatanan guna meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya sistem ekonomi Syariah senantiasa berlandaskan wahyu dan memiliki keterkaitan dengan hukum-hukum fiqh.

Sistem ekonomi yang dikembangkan oleh para filsuf muslim juga merupakan penjabaran dari ilmu fiqh yang berkaitan dalam muamalah.

Berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional yang berdasar pada tindakan individu dengan rasionalitas yang bertujuan untuk mencapai kepuasan atau keuntungan, ilmu ekonomi Syariah mendasarkan tindakan individu sebagai bentuk ibadah, hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta sebagai bentuk ketakwaan terhadap ajaranajaran religius.

Dalam agama Islam, ajaran yang terkandung dalam ilmu ekonomi harus berdasarkan nilai tauhid, khilafah, dan keadilan yang dianggap sebagai nilai-nilai Islam.

Filosofi Ekonomi dan Keuangan Syariah

Menurut JM. Muslimin (2017) ada tiga asas filosofi ekonomi dan keuangan Syariah, yaitu:

  • Semua yang ada di alam semesta, langit, bumi serta sumber-sumber alam lainnya, bahkan harta kekayaan yang dikuasai oleh manusia adalah milik Allah, karena Dialah yang menciptakannya. Manusia sebagai khalifah berhak mengurus dan memanfaatkan alam semesta itu untuk kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan lingkungannya.
  • Allah menciptakan manusia sebagai khalifah dengan alat perlengkapan yang sempurna, agar ia mampu melaksanakan tugas, hak dan kewajibannya di bumi. Semua mahluk lain terutama flora dan fauna diciptakan Allah untuk manusia,agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup manusia dan kehidupannya.
  • Beriman kepada hari kiamat dan hari pengadilan. Keyakinan pada hari kiamat. merupakan asas penting dalam sistem ekonomi Islam karena dengan keyakinan itu, tingkah laku ekonomi manusia akan dapat terkendali, sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya termasuk tindakan ekonominya akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah.

Pertanggungjawaban itu tidak hanya mengenai tingkah laku ekonominya saja, tetapi juga mengenai harta kekayaan yang diamanahkan oleh Allah kepada manusia.

Filosofi ekonomi dan keuangan Syariah memiliki pandangan yang holistik, terutama posisi dan peran manusia sebagai hamba (abdullah) dan juga pengganti/ pengelola (khalifatullah) di alam semesta.

Oleh karenanya, ekonomi Syariah sangat memperhatikan stabilitas dan kelangsungan ekosistem di alam semesta.

Selain itu, salah satu konsekuensi sebagai hamba dan pengelola tersebut adalah pertanggungjawaban kepada Allah Swt, sehingga segala daya upaya yang dilakukan dengan baik dan penuh tanggungjawab. Di era ini, hal ini disebut dengan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development.

Sebagaimana filosofinya, nilai-nilai ekonomi dan keuangan Syariah juga mengandung keselarasan peran dan fungsi manusia. Sebagaimana yang dirumuskan oleh Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia (2018), ada empat nilai-nilai ekonomi dan keuangan Syariah, yaitu:

  • Kepemilikan : Segala sesuatu adalah absolut milik Allah, manusia hanya dipercaya untuk mengelolanya.
  • Berusaha dengan Berkeadilan : Mencegah penumpukan harta untuk melakukan perniagaan atau investasi dan dorongan untuk menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial dan publik.
  • Pertumbuhan yang Seimbang : Pengelolaan harta dengan tetap memerhatikan keseimbangan spiritual dan kelestarian alam.
  • Bekerjasama dalam Kebaikan : Tolong menolong, bahkan dalam kompetisi sekalipun, harus dilakukan untuk dan dalam kebaikan.

Selaras dengan filosofi dan nilai-nilai, prinsip dasar ekonomi dan keuangan Syariah terdiri dari enam aspek (MUI dan Bank Indonesia, 2018), yaitu:

  • Pengendalian harta individu agar mengalir menuju investasi.
  • Distribusi pendapatan untuk menjamin inklusifitas seluruh masyarakat.
  • Optimalisasi investasi (jual beli) dan berbagi resiko.
  • Transaksi keuntungan terkait erat sektor riil, melarang spekulasi tidak produktif.
  • Partisipasi sosial untuk kepentingan publik.
  • Transaksi muamalah berdasarkan kerjasama berkeadilan, transparan, tidak membahayakan keselamatan, tidak zalim dan tidak mengandung zat haram.

Dari prinsip tersebut dapat dimengerti bahwa Islam menyelaraskan kegiatan ekonomi dengan nilai-nilai akidah dan etika serta Kegiatan perekonomian dibangun tidak hanya dengan nilai-nilai materialisme, namun juga spiritualitas, sehingga bernilai ibadah.

Landasan Filosofi Ilmu Ekonomi Syariah

Sistem ekonomi Islam merupakan suatu bagian dalam kehidupan seorang muslim untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam aktivitas ekonomi (Riva’I dan Buchari: 2009).

Sistem ekonomi Islam adalah perekonomian tiga sektor, yaitu sektor pasar, masyarakat, dan Negara.

Sedangkan lembaga keuangan syariah merupakan suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset-aset keuangan maupun non-financial asset atau aset riil berlandaskan konsep Syariah (Rodoni dan Hamid: 2008).

Ada berbagai terminologi dalam sistem dan lembaga keuangan Syariah yang sering ditemukan, berikut merupakan beberapa diantaranya agar kita lebih mudah memahami ekonomi dan keuangan Syariah.

  • Harta

Sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuhan, mauapun yang tidak tampak seperti manfaat dari kendaraan, pakaian dan tempat tinggal (Zuhaily: 1989).

  • Akad

Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.

  • Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

Dewan Syariah Nasional-MUI adalah lembaga yang melaksanakan tugas MUI dalam menetapkan fatwa dan mengawasi penerapannya dalam rangka menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan ekonom isyariah di Indonesia (AD/ARTDSN-MUI).

  • Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Dewan Pengawas Syariah adalah seseorang yang direkomendasikan pada LKS, LBS,dan LPS lainnya, yang memiliki tugas utama mengawasi pelaksanaan fatwa dan keputusan DSN-MUI di masing-masing lembaga (Pasal 1 angka 2 PO DSN 2017).

  • Fatwa

Fatwa adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau tafsiran pada suatu masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Fatwa sendiri dalam bahasa Arab artinya adalah “nasihat”, “petuah”, “jawaban” atau “pendapat”.

  • Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

Badan Arbitrase Syariah Nasional merupakan lembaga arbitrase yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa ekonomi dan bisnis syariah.

  • Pengadilan Agama

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam, dibidang : Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, Ekonomi Syariah,… (UU No. 3 Tahun 2006).

  • Keuangan Sosial Islam

Terminologi yang digunakan dalam mendeskripsikan sektor filantropis ekonomi Islam (IRTI ISDB: 2014).

  • Maqashid al-Syariah

Tujuan-tujuan diletakkannya syariat. Gradasi maqashid Syariah: hifz din, hifz nafs, hifz aql, hifz nasl, dan hifz  mal (Mufid: 2016).

Ilmu ekonomi Islam (Islamic economics) memiliki landasan epistemologis layaknya sebagai disiplin ilmu. Membahas epistemologi hukum ekonomi Islam berarti mengkaji asal-usul (sumber) hukum ekonomi Islam, metodologinya dan validitasnya secara ilmiah.

Pembahasan landasan filosofis untuk ilmu ekonomi Islam ini terdiri atas dimensi ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

Dengan tetap mempergunakan pendekatan historis dan ideologis (bahkan apologetis) yang cukup kental, pada dimensi ontologis terlihat bahwa tidak ada alasan untuk menolak eksistensi ilmu ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu.

Substansi rumusan tercermin dari statemen yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi syari’ah adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya.

Ilmu ini bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam Al Quran dan Sunnah yang realitas historisnya dapat ditemukan dalam khazanah literature keislaman (kitab-kitab fikih dan qanun).

Yang materi pembahasannya dimulai sejak masa Nabi sampai dengan hari ini. Kekentalan pendekatan historis dan ideologis (dan bahkan apologetis itu) terlihat pada pembahasan yang mengharuskan orang untuk kembali melihat kejayaan Islam masa silam.

Karena, cukup banyak bukti bahwa para pemikir muslim merupakan penemu, peletak dasar, dan pengembang banyak bidang ilmu. Nama-nama pemikir muslim bertebaran di sana-sini menghiasi area ilmu pengetahuan, termasuk juga ilmu ekonomi.

Para pemikir muslim klasik itu tidak terjebak dalam pengotak-kotakan berbagai macam ilmu tersebut seperti yang dilakukan oleh para pemikir saat ini. Mereka melihat ilmu-ilmu tersebut sebagai “ayat-ayat” Allah yang bertebaran di seluruh alam.

Dalam pandangan mereka, ilmu-ilmu itu walaupun sepintas terlihat berbeda-beda dan bermacam-macam jenisnya, namun pada hakikatnya berasal dari sumber yang satu, yakni dari Yang Maha Mengetahui seluruh ilmu. Yang Maha Benar, Allah SWT (Karim, 2007: 1).

Dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan ini tidak dapat dilakukan semaunya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya termasuk ekonomi selalu dipandu oleh Allah lewat Quran dan Sunnah. Tokoh-tokoh mazhab ini di antaranya M. Umer Chapra, M.A. Mannan. M. Nejatullah Siddiqi, dan lain-lain.

Mazhab ketiga adalah mazhab Alternatif-Kritis. Mazhab yang di antara pelopornya adalah Timur Kuran (Ketua Jurusan Ekonomi di University of Southern California) dan Jemo (Yale, Cambridge, Harvard, Malaya) ini mengritik dua mazhab sebelumnya.

Mazhab Baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Sementara mazhab Mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variable zakat serta niat.

Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga kepada ekonomi Islam itu sendiri.

Mereka yakin Islam pasti benar, tetapi ekonomi Islam belum tentu benar karena ekonomi Islam adalah hasil penafsiran orang Islam atas Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak.

Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional (Karim, 2002: 5).

Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan sebagainya.

Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat Tuhan, manusia dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada manusia dengan Tuhan, alam dan manusia lainnya.

Dimensi filsafat ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi yang Islami, memiliki paradigm yang relevan dengan nilai-nilai logis, etis dan estetis yang Islami yang kemudian difungsionalkan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia.

Salah satu poin yang menjadi dasar perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah pada falsafahnya, yang terdiri dari nilai-nilai dan tujuan.

Dalam ekonomi Islam , nilai-nilai ekonomi bersumber Al-Qur’an dan hadits berupa prinsip-prinsip universal. Di saat sistem ekonomi lain hanya terfokus pada hukum dan sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, Islam lebih jauh membahas nilai-nilai dan etika yang terkandung dalam setiap kegiatan ekonomi tersebut.

Nilai-nilai inilah yang selalu mendasari setiap kegiatan ekonomi Islam . Sistem ekonomi Islam sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi Islam bukan pula berada di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu.

Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan.

Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.

Demikianlah pembahasan mengenai filosofi ekonomi syariah. Semoga dapat menambah pengetahuan kita semua, sekian terima kasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *