Ekonomi Politik Internasional – Ekonomi politik internasional (EPI), atau ekonomi politik global (EPG) merupakan disiplin akademik dalam ilmu politik yang mempelajari ekonomi dan hubungan internasional.
Sebagi studi lintas disiplin ilmu, EPI bergantung pada berbagai bidang akademik, terutama ekonomi politik, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, sejarah, dan studi budaya.
Ekonomi Politik Internasional adalah keniscayaan sebuah disiplin ilmu karena perkemnbangan dunia yang semakin mengglobal. Tak satu pun negara di dunia yang bisa sepenuhnya mandiri secara ekonomi maupun politik. Dominasi negara-negara besar kian lama bahkan semakin kuat.
Walau merupakan salah satu disiplin ilmu yang relatif baru (belum satu abad kemunculan dan perkembangannya), Ekonomi Politik Internasional semakin penting perannya.
Bukan pula hanya menjadi matakuliah, tetapi telah berkembang pula menjadi Kelompok Bidang Kajian (KBK) atau Kelompok Bidang Studi (KBS) tersendiri.
Isu Ekonomi Politik Internasional
Ilmu Hubungan Internasional saat ini kian berkembang dengan pesat, tidak hanya membicarakan seputar isu hubungan sebuah negara yang melewati batas-batasnya untuk berinteraksi dan bekerjasama dengan negara lainnya.
Namun juga telah berkembang membahas isu-isu yang lebih krusial seperti isu-isu global kontemporer termasuk korupsi, keamanan internasional, terorisme dan masalah lingkungan.
Semua isu-isu tersebut tentunya menyangkut persoalan ekonomi politik yakni berkaitan dengan who gets what, when, how and how much.
Sehingga tidak menutup kemungkinan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memunculkan hipotesis yang berbeda-beda. Hal tersebut selanjutnya akan dianalisa melalui perspektif dalam politik global.
Indonesia sekarang menghadapi tiga macam ancaman dari sisi pangan, energi dan keuangan setelah berhasil menangani pandemi Covid-19.
Ancaman ini tidak terlepas dari ketidakpastian global yang disebabkan oleh dua faktor utama termasuk perubahan cuaca (climate change)dan gejolak geopolitik.
Kedua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap arus lalu lintas barang dan jasa (supply chain) yang sekaligus berdampak pada kenaikan harga pangan, energi dan produk/jasa lainnya.
Indeks ketidakpastian global pada kuartal ke II 2023 berada pada angka 30,70. Ini menunjukkan bahwa dunia masih harus berhadapan dengan tantangan besar yang mewajibkan setiap negara bersiap-siaga untuk menghadapi segala macam potensi volatilitas dari ketidakpastian tersebut.
Potensi resiko yang dihadapi kemungkinan tidak sebesar pada tahun sebelumnya sebagaimana data Indeks ketidakpastian ini sudah jauh menurun jika dibandingkan dengan kuarter I 2020 yang mencapai 55,68.
Data yang sama juga ditunjukkan oleh IMF (2023)dimana ketidakpastian global mengalami penurunan dari tahun 2021 ke 2022.
Selain itu ketidakpastian global pada tahun 2023 akan sangat dipengaruhi oleh Perang di Ukraina serta kompleksitas dinamika perdagangan internasional (liat pada Graph2).
Sementara itu data dari The Economist Intelligencemenunjukkan bahwa pada tahun 2023, dunia akan menghadapi permasalahan ekonomi yang meliputi pertumbuhan ekonomi rendah, inflasi tinggi dan pengetatan moneter termasuk tingkat suku bunga tinggi.
Kondisi ini tentu akan berpengaruh terhadap akselerasi pemulihan ekonomi dunia. Indonesia telah berhasil melewati fase krisis dari Covid-19 yang jauh lebih parah jika dibandingkan dengan krisis moneter 1997/1998.
Krisis Covid-19 tidak hanya menghancurkan dari sisi supplytapi juga menekan demandside. Dalam artian, produk yang sudah diproduksi bisa rusak dan tidak mampu terjual. Ini sudah barang tentu memberikan kerugian signifikan bagi sektor industri.
Meski hantaman krisis sangat besar, pemerintah Indonesia berhasil menjaga daya tahan ekonomi dengan menopang daya beli masyarakat rentan dan mendukung pembiayaan dan kelangsungan UMKM.
Kesuksesan tersebut tidak boleh membuat kita lengah untuk selalu berjaga-jaga karena perang Rusia dan Ukraina masih berlangsung.
Ketegangan kawasan ini akan terus berpengaruh terhadap ketidakstabilan harga komoditas pangan dan energi. Terlebih lagi Rusia pada 17 Juli 2023 menarik diri dari kesepakatan Black Sea Grain Initiative.
Kesepakatan ini merupakan jalan tengah yang difasilitasi oleh PBB untuk memberikan celah ekspor biji-bijian (grain) dari Ukraina melewati laut hitam.
Kesepakatan ini telah berhasil menjaminlebih dari 32 metrik ton komoditas pangan yang keluar dari pelabuhan Ukraina.
Program ini juga telah berhasil mengirimkan 725 ribu ton pangan untuk tujuan kemanusiaan termasuk menghilangkan bencana kelaparan di Afghanistan, Afrika dan Yaman.
Nah itulah informasi yang bisa kami bagikan mengenai Ekonomi Politik Internasional, semoga informasi yang kami bagikan ini bermanfaat untuk kalian semua dan terima kasih telah membaca.