Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Diatur Dalam

Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Kekuasaan kehakiman setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi kekuasaan yang sangat fundamental dan sebagai bagian dari poros kekuasaan yang mempunyai fungsi menegakkan keadilan. 

Kekuasaan kehakiman dalam susunan kekuasaan negara menurut Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tetap ditempatkan pada kekuasaan yang mandiri bebas dari campur tangan kekuasaan lain. 

Dalam susunan kekuasaan negara setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung. 

Dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga melahirkan lembaga negara baru, selain Mahkamah Konstitusi, yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, 

Yaitu Komisi Yudisial yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Indonesia adalah negara hukum. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1954 hasil amandemen ketiga pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa, “Indonesia adalah negara hukum.” (UUD 1945, ps. 1 ayat 3). 

Konsepsi negara hukum yang diletakkan di pasal paling awal ini menegaskan arah reformasi yang benar-benar memilki tekat untuk membentuk Indonesia sebagai negara hukum.

Konsepsi negara hukum adalah terwujudnya supremasi hukum. Di mana hukum menjadi panduan bagi negara dan warga negara dalam melakukan segala aktifitas. 

Hal itu demi terwujudnya kepastian. Konsepsi seperti ini merujuk pada pandangan- pandangan filsafat yang berkembang di abad ke-18, utamanya pandangan Imanuel Kant. (Tamin, 2019)

Konsekuensi logis dari konsepsi negara hukum adalah adanya lembaga kekuasaan kehakiman yang mandiri. 

Dalam hal ini, pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara hasil Amandemen ke-3 menyebutkan bahwa, “(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (UUD 1945, ps. 24 ayat 1). 

Dari pasal tersebut, kita mengerti bahwa suatu hal yang penting bagi kekuasaan kehakiman adalah independensi, yang dalam pasal tersebut disebut dengan “merdeka” untuk menyelenggarakan peradilan. 

Dari pasal tersebut, tergambar pula tujuan dari diselenggarakannya peradilan adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan. Meski, di dalam praktiknya, kita memerlukan diskusi yang panjang dalam hal hukum dan keadilan ini.

Kekuasaan kehakiman di Indonesia diatur dalam 

Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 

Berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 

Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945.

Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945; 

Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) 

Dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum,

Atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh tiga lembaga yaitu 

kekuasaan kehakiman dilakukan oleh tiga lembaga yaitu Di mana kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dan oleh Mahkamah Konstitusi. Selain itu, ada pula Komisi Yudisial sebagai organ tambahan. 

Dari situ, penting untuk melihat bagaimana bentuk kekuasaan kehakiman di Indonesia lebih detail. Juga penting untuk mengetahui bagaimana peran kekuasaan kehakiman di Indonesia dalam konteks ketatanegaraan.

Tentang pelaku kekuasaan kehakiman, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan empat peradilan di bawahnya dan Mahkamah Konstitusi. 

Hal itu disebutkan dalam pasal 18 Undang-Undang tentang kekuasaan kehakiman bahwa, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” (UU No. 48/2009 ps. 18).

Dasar hukum Mahkamah Agung adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 

Tentang Mahkamah Agung yang sebelumnya telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Selain itu, Mahkamah Agung juga punya fungsi lain. Yaitu memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan. (UU No. 48/2009 ps. 22)

Itulah informasi yang bisa kami bagikan, semoga informasi yang kami bagikan ini bermanfaat dan terima kasih telah membaca.  

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *