An-nahwu Al-qurani

An-nahwu Al-qurani

An-nahwu Al-qurani Jabatan Kata – Hello sobat, kali ini kita kembali lagi dengan berita terbaru terkait dengan hal-hal menarik setiap harinya. Kali ini akan ada informasi mengenai An-nahwu Al-qurani.

An-nahwu Al-qurani definisi

Pengertian Ilmu nahwu adalah: Ilmu yang mempelajari tentang jabatan kata dalam kalimat dan harakat akhirnya, baik berubah (i’rab) atau tetap (bina). kaidah-kaidah yang dengannya diketahui hukum-hukum akhir-akhir kata bahasa arab dalam keadaan tersusun.

Abul Aswad Ad-Du’aliy merupakan penggagas ilmu nahwu dan pakar tata bahasa Arab dari Bani Kinanah dan dijuluki sebagai bapak bahasa Arab.

Fi’il sebagai ilmu nahwu dibagi lagi menjadi fi’il madhi (kata kerja masa lalu), fi’il mudhari (kata kerja masa sekarang atau masa depan), fi’il ‘amr (kata perintah), fi’il nahi (kata kerja melarang).

Menurut Bahasa Arab Pengertian Ilmu nahwu adalah:

  • Ilmu yang mempelajari tentang jabatan kata dalam kalimat dan harakat akhirnya, baik berubah (i’rab) atau tetap (bina).
  • kaidah-kaidah yang dengannya diketahui hukum-hukum akhir-akhir kata bahasa arab dalam keadaan tersusun.
  • Ilmu yang menunjukan kepada kita bagaimana cara untuk menggabungkan kata benda (ismun), kata kerja (fi’lun), atau partikel (huruf/harfun) untuk membentuk kalimat yang bermanfaat (jumlah mufidah) juga untuk mengetahui keadaan (i’rab) huruf akhir dari sebuah kata.

An-nahwu Al-qurani dan sejarahnya

Sejarah awal ilmu nahwu dapat dilacak melalui istilah Arab al-laḥn, kebiasaan orang Arab berbicara salah secara tata bahasa (grammatical).

Lalu pertanyaannya, mungkinkah seorang penutur bahasa asli (native) melakukan kesalahan tata bahasa atas bahasanya sendiri? Sangat mungkin dan itu terjadi sejak zaman dulu.

Abū Ṭayyib pernah mensinyalir jika kesalahan gramatik biasa terjadi pada orang Arab pedalaman, kalangan pekerja kelas bawah (budak sahaya) dan orang yang terarabkan.

Sahabat Abu Bakar pernah berkata jika dia lebih senang mendengar orang membaca meskipun salah daripada orang yang melakukan kesalahan gramatikal.

Tidak hanya Abu Bakar, sahabat Umar bin Khaṭṭāb juga sering menjumpai orang-orang di sekitar dia yang berbahasa Arab dengan tata bahasa yang salah dan terkadang membuatnya marah.

Misalnya, Umar suatu saat pernah berkata, “Sungguh demi Allah, kesalahan kalian dalam berbahasa lebih berbahaya bagiku daripada kesalahn kalian dalam memanah, Wallāhi lakhaṭa’ukum fi lisānikum ashaddu ʿalayya min khaṭaʿikum fi ramyikum.”

Ibn Qutaybah pernah mendengar orang pedalaman Arab azan dimana dia membaca nasab (fathah) pada lafal “rasūla,”dari kalimat komplit, “ashhadu anna muhammadar rasūlallāh.”

Hal di atas adalah sekadar contoh dari sekian banyak riwayat-riwayat lain yang menceritakan mengapa tata bahasa Arab (ilmu Nahwu) itu sudah menjadi perhatian sejak zaman Rasulullah masih hidup.

Dunia Arab sebelum al-Qur’an turun sudah mencapai kemajuannya dalam bidang sastra. Karenanya, al-laḥn di sini tidak identik dengan kemajuan sastrawi itu, tapi dengan keharusan berbahasa Arab secara benar, berdasarkan hukum-hukum dasar bahasa yang disepakati.

Para sahabat Nabi merasa prihatin dengan al-laḥn ini karena dampaknya bisa merusak ajaran Islam.

Sejarah yang benar adalah setelah Imam Ali, Nahwi dikembangkan oleh Abu al-Aswad ad-Du’alī. Al-Anbārī dan az-Zujāzī meneguhkan ad-Duʿali sebagai pelatak dasar ilmu ini setelah Imam Ali karena dialah yang mentransmisikan hal ini dari Imam Ali.

Sudah menjadi kesepakatan di kalangan ulama Nahwu jika ad-Du’alī lah yang pertama memberikan harakat pada mushaf al-Qur’an. Kebenaran ini hampir tidak bisa kita pungkiri sebab hampir semua generasi salaf dan juga khalaf tidak mempermasalahkannya.

Namun demikian, ilmu baru diberikan dengan nama sebagai ilmu Nahwu justru sepeninggal ad-Du’alī. Pada masa dia, nama ilmu Nahwu adalah al-̵ʿArabiyya.

Ibn Ḥajar dalam kitabnya al-Iṣābah menyatakan, “awwalu man ḍabaṭa al-muṣhaf wa waḍaʿa al-ʿarabiyyata Abū al-Aswad,” pertama kali orang yang memberi harakat pada mushaf dan yang meletakkan al-ʿarabiyya adalah Abū al-Aswad.

Setelah adl-Du’alī mangkat, maka nama untuk al-ʿarabiyyata digantikan dengan Nahwu. Namun demikian, istilah Nahwu diambil dari pernyataan Abū al-Aswad di depan Imam Ali.

Demikianlah informasi menarik kali ini mengenai An-nahwu Al-qurani. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *