Traktat dan Penjelasan

Traktat

Traktat – Mengutip dari buku yang berjudul Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945 karya Dr. Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H (2010: 56) Traktat pada dasarnya merupakan perjanjian antara dua negara dan bisa lebih. 

Traktat adalah sumber hukum formal tata negara sebagai bentuk perjanjian antarnegara. Isi perjanjian dalam traktat mengikat pihak-pihak yang mengadakan dengan yang terkait perjanjian. Pembuatan suatu traktat dapat melalui empat fase yang berurutan.

Salah satu sumber hukum adalah traktat yang menyebabkan negara-negara harus mengikuti dan mematuhi aturan-aturan tersebut, karena aturan ini tersedia dalam suatu perjanjian internasional yang dibuat negara-negara yang mengikatkan dirinya pada perjanjian (treaty—law). 

Negara yang menjadi peserta dalam suatu perjanjian internasional yang dibuat berdasarkan hukum perjanjian internasional harus tunduk pada kesepakatan/perjanjian tersebut(pacta sund servanda). 

Memang tidak terdapat aturan yang menyatakan bahwa prinsip tersebut dikatakan sebagai prinsip yang tertinggi dalam hubungan antar negara yang terikat dengan perjanjian internasional, tetapi Pasal 38 Ayat (1) Statuta ICJ (Statute of the International Court of Justice). 

Menyatakan bahwa suatu sengketa harus didasarkan pada hukum internasional, yakni menerapkan treaty dan kebiasaan internasional yang telah ada. Ketentuan tersebut merupakan pengakuan terhadap traktat sebagai sumber hukum formal.

Berlakunya hukum internasional dalam peradilan nasional suatu negara mengacu pada doktrin “Inkorporasi” dan doktrin “Transformasi“. Menurut doktrin Inkorporasi, hukum internasional dapat langsung menjadi bagian dari hukum nasional. 

Apabila suatu negara menandatangani dan meratifikasi traktat atau perjanjian apapun dengan negara lain, maka perjanjian tersebut dapat secara langsung mengikat terhadap warga Negaranya tanpa adanya sebuah legislasi terlebih dahulu. 

Contoh negara yang menerapkan doktrin ini adalah Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia dan beberapa negara dengan system Anglo-Saxon

Doktrin transformasi menyatakan sebaliknya, bahwa tidak terdapat hukum internasional dalam hukum nasional sebelum dilakukan proses tranformasi berupa pernyataan terlebih dahulu dari negara yang bersangkutan. 

Sehingga traktat atau perjanjian internasional, tidak dapat digunakan sebagai sumber hukum di pengadilan nasional sebelum dilakukannya `transformasi’ ke dalam hukum nasional.

Contoh negara yang menerapkan teori ini diantaranya adalah negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. 

Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang. 

Sebelum adanya Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti tertuang dalam Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945.

Menyatakan bahwa Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 

Pasal 11 UUD 1945 ini memerlukan suatu penjabaran lebih lanjut bagaimana suatu perjanjian internasional dapat berlaku dan menjadi hukum di Indonesia. Untuk itu melalui Surat Presiden No. 2826/HK/1960, pemerintah mencoba menjabarkan lebih lanjut Pasal 11 UUD 1945 tersebut.

Pengesahan perjanjian internasional menurut Surat Presiden ini dapat dilakukan melalui undang-undang atau peraturan presiden, tergantung dari materi yang diatur dalam perjanjian internasional. 

Tetapi dalam praktiknya pelaksanaan dari Surat Presiden ini banyak terjadi penyimpangan sehingga perlu untuk diganti dengan Undang-Undang yang mengatur secara khusus mengenai perjanjian internasional. 

Oleh karena itu, terbitlah Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional (“UU Perjanjian Internasional”). Secara umum pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam empat kategori, yaitu:

  • Ratifikasi (ratification), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian internasional;
  • Aksesi (accesion), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian;
  • Penerimaan (acceptance) atau penyetujuan (approval) yaitu pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian intemasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut; dan
  • perjanjian-perjanjian intemasional yang sifatnya self-executing (langsung berlaku pada saat penandatanganan).

Traktat Bantuan Hukum Timbal Balik Di Bidang Pidana

Traktat bantuan hukum timbal balik di bidang pidana (Treaty on Mutual Legal Assistance In Criminal Matters/MLAT) merupakan contoh kerja sama ASEAN dalam bidang Politik dan keamanan. 

Traktat ini berisi tentang permintaan bantuan di dalam penyidikan, penuntutan, dan peridangan di dalam masalah pidana. Bantuan tersebut secara spesifik ditunjukan untuk:

  • Membantu timbal balik sistem penegakan hukum
  • Menerapkan sistem bantuan timbal balik sebagai upaya pemberantasan kejahatan luar biasa atau yang disebut dengan Extraordinary Crime
  • Melaksanakan kebijakan pemerintah untuk melakukan perwujudan Good Governmence atau pemerintahan yang baik

Hukum Traktat Contoh 

Pengertian hukum traktat ialah suatu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara suatu perjanjian antar negara atau traktat. 

Sementara untuk contoh hukum traktat adalah perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Malaysia, piagam PBB, dan perjanjian kerja sama ekonomi antar anggota APEC.

Itulah informasi yang bisa kami bagikan, semoga informasi yang kami bagikan ini bermanfaat dan terima kasih telah membaca.    

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *