Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the wp-pagenavi domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the loginizer domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the schema-and-structured-data-for-wp domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114
Perbandingan Hukum Keluarga di Negara Islam - Akreditasi.org

Perbandingan Hukum Keluarga di Negara Islam

Perbandingan Hukum Keluarga di Negara Islam

Perbandingan Hukum Keluarga di Negara Islam – Hukum keluarga yang menyangkut urusan perkawinan, perceraian, pengasuhan anak, perwarisan dan pengadilan agama ini tidak hanya berkaitan dengan urusan negara.

Bagi para penganut agama Islam, mungkin juga agama-agama lain, ketentuan mengenai hukum keluarga ini adalah bagian dari ketentuan besar agama itu sendiri. Daniel S. Lev mengatakan, persoalan hukum keluarga ini hampir selalu menjadi lahan rebutan antara agama dan negara manapun di dunia.

Dari sekian ketentuan mengenai hukum keluarga Muslim (Islamic family law), ketentuan mengenai pencatatan perkawinan adalah satu yang paling penting.

Ketentuan ini menyangkut berbagai konsekuensi hukum yang timbul berikutnya, terkait batasan usia minimal perkawinan dan berbagai persyaratan pernikahan yang diterapkan di suatu negara, lalu soal perceraian, pengasuhan anak, pembagian harta pusaka (warisan), dan poligami.

Dalam konteks negara, ketentuan mengenai pencatatan perkawinan ini tentunya berkaitan dengan aspek kependudukan. Di sini juga akan bisa dilihat seberapa penting negara yang bersangkutan menempatkan posisi agama dalam tata kependudukannya.

Negeri-negeri muslim di dunia ini dalam kaitannya dengan reformasi hukum keluarga pada dasarnya terbagi atas tiga kategori, yaitu:

  • Negeri muslim yang sama sekali tidak mau melakukan pembaruan dan masih tetap memberlakukan hukum keluarga sebagaimana yang tertuang dalaml kitab-kitab fikih dari mazhab yang diant seperti Saudi Arabia
  • Negeri muslim yang sama sekali telah meninggalkan hukum keluarga Islam dan sebagai gantinya mengambil hukum sipil Eropa, seperti Turki
  • Negeri-negeri yang berusaha memberlakukan hukum keluarga Islam tetapi setelah mengadakan pembaharuan di sana-sini, seperti Yordania dan Indonesia.

Libanon pernah memberlakukan the Ottoman Law of Family Rights Tahun 1917, yang ditetapkan dengan the Muslim Family Law Ordinance No. 40 Tahun 1919. UU ini kemudian diganti dengan ditetapkannya UU Hak-hak Keluarga Tahun 1962.

Mesir yang mayoritas penduduknya adalah pengikut mazhab Syafi’i, dan sebagian kecil pengikut Hanafi setelah adanya pengaruh kekuasaan pemerintah Turki, mengadakan pembaruan Hukum Keluarga pada Tahun1920 dengan lahirnya dua UU Keluarga Mesir tahun 1920 dan 1929.

Sedangkan di Asia Tenggara, Malaysia tercatat sebagai negara pertama yang melakukan usaha gerakan pembaruan hukum keluarga Islam, yakni lahirnya Mohammaden Marriage Ordinance, No. V Tahun 1880 di Negara-negara Selat.

Karena itu, Hukum Perkawinan dan Perceraian pertama yang diperkenalkan di negara-negara Selat (pulau Pinang, Melaka dan Singapure), sebelum merdeka yang sekaligus dikategorikan sebagai usaha pembaruan hukum keluarga pertama adalah Mohammedan Marriage Ordinance, No. V Tahun 1880.

Aturan ini berisi antara lain keharusan pencatatan perkawinan dan perceraian bagi muslim. Demikian pula di Indonesia, UU pertama tentang perkawinan dan perceraian, yang sekaligus dikelompokkan sebagai usaha pembaruan pertama adalah lahirnya UU No. 22 Tahun 1946.

Pertama UU ini hanya berlaku untuk wilayah pulau Jawa, yang kemudian Undang-undang pertama tentang perkawinan yang lahir setelah Indonesia merdeka ini diperluas wilayah berlakunya untuk seluruh Indonesia.

Perbandingan Hukum Keluarga di Negara Islam menjadi salah satu

Perkembangan pembaruan hukum keluarga dimulai sejak awal abad ke-20 yang ditandai dengan lahirnya pembaruan hukum keluarga (Perkawinan, Perceraian dan Kewarisan) di Turki pada tahun 1917 kemudian diikuti oleh negara-negara lain seperti Mesir tahun 1920, Iran tahun 1931, Syiria tahun 1953, Tunisia 1956, Pakistan 1961 dan Indonesia tahun 1974.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pembaruan hukum keluarga dimulai pada awal ke-20 dan bentuk pembaruan tersebut dilakukan berbeda antara satu negara dengan negara lain.

Kebanyakan negara melakukannya dalam bentuk undang-undang dan beberapa negara melakukannya dengan berdasarkan dekrit raja atau instruksi presiden seperti Yaman Selatan dengan Dekrit Raja Tahun 1942, Syiria dengan Dekrit Presiden Tahun 1953.

Sedangkan di Indonesia melalui Instruksi Presiden (Inpres) Tahun 1991. Selain itu, ada juga negara yang melakukannya dalam bentuk ketetapan-ketetapan hakim seperti yang dilakukan di Sudan.

Di Indonesia ditemukan juga pembaruan hukum dalam bentuk yurisprudensi atau keputusan-keputusan hakim. Dalam penelitian Tahir Mahmood, pembaruan hokum keluarga sejak awal mula dilakukan pada abad ke-20 di beberapa negara Muslim sedikitnya telah meliputi 13 isu pembaruan, yaitu:

  • Masalah pembatasan umur minimal untuk kawin bagi laki-laki dan wanita, dan masalah perbedaan umur antara pasangan yang hendak kawin.
  • Masalah peranan wali dalam nikah.
  • Masalah pendaftaran dan pencatatan perkawinan
  • Masalah keuangan perkawinan: maskawin dan perkawinan.
  • Masalah poligami dan hak-hak istri dalam poligami
  • Masalah nafkah isteri dan keluarga serta rumah tinggal.
  • Masalah talak dan cerai di muka pengadilan.
  • Masalah hak-hak wanita yang dicerai suaminya
  • Masalah masa hamil dan akibat hukumnya
  • Masalah hak dan tanggung jawab pemeliharaan anak-anak setelah terjadi perceraian
  • Masalah hak waris bagi anak laki-laki dan wanita, termasuk bagi anak dari anak yang terlebih dahulu meninggal.
  • Masalah wasiat bagian ahli waris.
  • Masalah keabsahan dan pengelolaan wakaf keluarga.

Dari sekian subyek yang diperbarui, menurut Khoiruddin Nasution, perundang-undangan Muslim kontemporer yang sekarang berlaku di dunia Islam pada umumnya mengangkat status wanita ke posisi yang lebih baik dan lebih sejajar dengan kaum laki-laki.

Dalam peraturan tersebut telah beranjak dari konsep tradisional sebagaimana termuat dalam kitab-kitab fikih. Apabila ditilik aspek pembaruan dalam bentuk lain selain perundang-undangan maka ruang lingkup pembaruan hukum keluarga tidak hanya mengcover ketiga belas permasalahan di atas.

Dalam konteks ke Indonesiaan, pembaruan hukum keluarga Islam dapat pula dilihat dalam bentuk fatwa maupun yurisprudensi. Dalam bentuk fatwa, pengucapan tiga talak sekaligus dapat menjadi salah satu contoh permasalahan yang memiliki sisi pembaruan.

Meskipun persolan ini bukan masalah baru tapi persoalan lama yang sama tuanya dengan agama Islam sendiri. Masalah ini penting dibahas karena kedudukan hukum pengucapan tiga talak sekaligus dipertanyakan apakah hal ini jatuh tiga atau satu talak saja?

Ketentuan hukum yang pasti tentu akan melahirkan konsekuensi hukum atau akibat-akibat hukumnya selanjutnya.

Perbandingan Hukum Keluarga di Negara Islam memberikan

Perbandingan hukum keluarga di Negara Islam memberikan tujuan pembaruan hukum keluarga Islam sebagai berikut.

  • Untuk Unifikasi Hukum keluarga

Unifikasi hukum ini dikelompokkan minimal menjadi 4 kelompok. Pertama, unifikasi yang berlaku untuk seluruh warga negara tanoa memandang agama, misalnya kasus yang berlaku di Tunisia.(JND Anderson, “the Tunisian Law of Personal Status”, dalam International and Comparative lawQuarterly 7 (April, 1958), hlm. 266).

Kedua, unifikasi yang bertujuan untuk menyatukan dua aliran pokok dalam sejarah muslim, yakni antara pahham sunni dan syi’i, dimana Iran dan Irak termasuk di dalamnya karena dinegra tersebut ada penduduk yang mengikuti kedua aliran besar tersebut.

Ketiga, kelompok yang berusaha memadukan antar mazhab dalam sunni karena di dalamnya ada pengikut mazhab-mazhab yang bersangkutan. Keempat, unifikasi dalam satu mazhab tertentu, misalnya di kalangan pengikut Syafi’i, atau Hanafi atau Maliki.

  • Untuk Pengangkatan Status Wanita.

Meskipun tujuan ini tidak disebutkan secara eksplisit, namun dapat dilihat dari sejarah munculnya, yang di antaranya untuk merespon tuntutan-tuntutan peningkatan status wanita. UU Perkawinan Mesir dan Indonesia masuk dalam kelompok ini.

Merespon Perkembangan dan Tuntutan Zaman. Respon ini ini disebabkan oleh konsep fikih tradisional dianggap kurang mampu menjawab perkembangan dan tuntutan zaman.

Demikianlah pembahasan mengenai perbandingan hukum keluarga di Negara Islam. Semoga dapat memperluas wawasan kita semua, sekian terima kasih.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *