Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the wp-pagenavi domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the loginizer domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the schema-and-structured-data-for-wp domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114
Arkeologi Religi Islam - Akreditasi.org

Arkeologi Religi Islam

Arkeologi Religi

Arkeologi Religi –  Religi secara harafiah diartikan sebagai tindakan atau perilaku yang menunjukkan suatu kepercayaan, atau untuk penghormatan dan hasrat untuk menyenangkan terhadap suatu kekuatan yang menguasai. 

Religi sebagai salah satu bagian dari sistem budaya, merupakan seperangkat kepercayaan, perilaku yang berkembang pada berbagai masyarakat yang digunakan untuk mengendalikan bagian alam semesta. 

Religi juga dianggap sebagai sistem simbol yang berfungsi untuk menanamkan semangat dan motivasi yang kuat, mendalam, dan bertahan lama pada manusia dengan menciptakan konsepsi-konsepsi yang bersifat umum tentang eksistensi, dan membungkus konsepsi-konsepsi itu sedemikian rupa dalam suasana faktualitas sehingga suasana dan motivasi itu kelihatan sangat realistis.

Salah satu problem dalam arkeologi memperlihatkan bahwa sistem kepercayaan tidak selalu diekspresikan dalam bentuk budaya materi. 

Berbeda dengan religi masyarakat suku-suku bangsa yang masih dapat diamati perilaku religinya, maka istilah arkeologi religi lebih menyangkut pada pengamatan terhadap sistem tindakan terpola yang merupakan jawaban terhadap kepercayaan religi. 

Yang menjadi permasalahan disini adalah tidak semua tindakan dapat selalu dipisahkan secara jelas dari perilaku kehidupan sehari-hari. Tindakan religi selalu melekat pada aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga secara arkeologis sangat sulit untuk melacaknya. 

Oleh karena itu tindakan yang paling utama dari para arkeolog adalah untuk mencari bukti-bukti untuk apa religi itu dilakukan, dan tidak membuat kesalahan dalam mengklasifikasikan sebagai aktivitas religi masa lampau yang tidak dapat diketahui. 

Oleh karena itu langkah yang harus ditempuh oleh para arkeolog dalam mencoba mencari hubungan antara aspek material dan non-material dari religi memerlukan adanya kajian religi dalam arkeologi. 

Kajian religi dalam arkeologi (arkeologi-religi) merupakan salah satu studi khusus dalam bidang arkeologi yang secara pokok menitikberatkan perhatian pada sistem kepercayaan masyarakat masa lampau melalui pengkajian aspek bentuk terhadap benda-benda material yang ditinggalkannya. 

Dalam memahami sistem religi masyarakat masa lampau sangat sulit dilakukan tanpa didasari oleh data arkeologi secara kontekstual. 

Oleh sebab itu keterangan mengenai bentuk artefak, keletakan artefak dan asosiasi tipe-tipe artefak dalam suatu situs merupakan data dasar yang dapat digunakan untuk studi religi dalam arkeologi.

Arkeologi islam nusantara

Arkeologi Islam membahas mengenai warisan budaya Indonesia khususnya budaya materi yang berasal dari masa pengaruh Islam, yakni dari proses awal masuknya Islam hingga penyebarannya di Nusantara.

Sejarah menarasikan Islam lahir di tanah kaum arab, hal ini menjadikan Islam selalu identik dengan ‘bahasa Arab’. Sehingga al-Qur’an sebagai kitab suci menggunakan bahasa arab. 

Dengan demikian, jika boleh saya membuat sebuah pernyataan – seandainya Islam lahir di tanah Jawa, tentu ‘ubudiyah dan kitab suci-Nya pun akan menggunakan bahasa Jawa.

Pada konteks ini, sangat jelas bahwa sejak lahirnya Islam tidak dapat dipisahkan dengan kultur. Boleh dikata agama dan kultur selalu berjalan beriringan dan selalu mencari “titik temu” secara continue. 

Karena itu, Islam selalu diterima di pelbagai kalangan dengan beragam kultur. Ketika Islam melakukan akulturasi dengan budaya – proses inilah yang kemudian dikenal dengan Islam Nusantara.

Keberadaan Islam Nusantara bukanlah hal baru, karena telah terbukti merujuk kepada fakta sejarah penyebaran Islam di Nusantara. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan Nusantara dengan sebutan (nama) bagi seluruh kepulauan Indonesia. 

Jadi, Islam Nusantara dapat dipahami sebagai Islam yang termanifestasi di Nusantara. Yang pada hakikatnya ajaran Islam tetap satu; berdasarkan kepada konsep yang dibawa oleh Muhammad SAW. 

Namun penyebaran Islam ke seantero Dunia tidak hanya dilakukan oleh satu orang, sehingga hal itu menjadikan Islam yang beragam, namun tetap dalam satu komando.

Ambillah contoh, penyebaran Islam di Jawa – dibawa oleh Walisongo. Walisongo membawa Islam ke Jawa tidak dengan kekerasan, namun dilakukan dengan sikap lemah lembut, lentur, mengemasnya secara elastis dan tidak anti terhadap kultur yang bercokol di pelbagai daerah. 

Sehingga Islam dapat diterima di pelbagai kalangan melalui akulturasi budaya. Proses alot inilah yang menjadi embrio lahirnya Islam Nusantara.

Namun demikian, tidak sedikit yang melontarkan kritik dan penolakan terhadap Islam Nusantara. Karena terkesan memperhadapkan dengan Islam di Arab, bahkan dianggap rasial, karena mengkotak-kotakkan Islam. 

Maka dari itu, agar tidak terjadi kesalahpahaman terkait Islam Nusantara; perlu kiranya kita mengetahui apa dan bagaimana Islam Nusantara.

Islam Nusantara adalah Islam yang khas ala Indonesia; dengan menggabungkan antara nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, dan adat istiadat di Tanah Air. 

Karakter Islam Nusantara menunjukkan adanya kearifan lokal di Nusantara yang tidak melanggar ajaran Islam, namun justru menyinergikan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang banyak tersebar di wilayah Indonesia. 

Kehadiran Islam tidak untuk merusak atau menantang tradisi yang ada. Sebaliknya, Islam datang untuk memperkaya dan mengislamkan tradisi dan budaya yang ada secara bertahap (tadriji).

Bisa jadi butuh waktu puluhan tahun atau beberapa generasi. Pertemuan Islam dengan adat istiadat dan tradisi Nusantara itu kemudian membentuk sistem sosial, lembaga pendidikan (seperti pesantren) serta sistem kesultanan (KH. Said Aqil Siraj: 2015). 

Tradisi itulah yang kemudian disebut dengan Islam Nusantara, yakni Islam yang telah melebur dengan tradisi budaya Nusantara. (Bizawie: 2015).

Berpijak pada konteks di atas, secara terminologi; track-record Islam Nusantara didakwahkan dengan merangkul budaya,  menghormati budaya dan tidak memberangus budaya. 

Rekam jejak tersebut, membuktikan bahwa Islam Nusantara disebarakan dengan cara apik, halus, ramah, damai, terbuka, toleran, dan penuh sopan santun. 

Sehingga perwajahan Islam benar-benar sesuai dengan jati dirinya sebagai rahmat bagi seluruh alam. Keismpulan ini tentu saja tidak hanya sebatas hipotesa, melainkan telah diteliti secara ilmiah; dari beberapa peninggalan yang berupa artefak, ideofak dan sebagainya.

Sedangkan model Islam Nusantara, bisa dilacak dari sejarah kedatangan ajaran Islam ke wilayah Nusantara yang kemudian disebut dengan istilah proses vernakularisasi (pembahasaan kata-kata atau konsep kunci dari Bahasa Arab ke bahasa lokal di Nusantara, yaitu bahasa Melayu, Sunda dan tentu saja Bahasa Indonesia) serta diikuti proses pribumisasi. 

Dengan demikian, Islam menjadi embedded (tertanam) dalam budaya Indonesia (Azyumardi Azra: 2-15). 

Oleh sebab itu, saya sangat sepakat terhadap konklusi yang ditawarkan Bizawie; selayaknya Islam Nusantara dijadikan alternatif untuk membangun peradaban dunia Islam yang damai dan penuh harmoni di negeri manapun. 

Namun tidak harus bernama dan berbentuk seperti Islam Nusantara karena dalam Islam Nusantara tidak mengenal menusantarakan Islam atau Nusantarisasi budaya lain. Islam Nusantara dapat disebut sebagai arkeologi peradaban. 

Hal itu berdasarkan pada proses pembentukan Islam Nusantara yang berlandaskan terhadap kajian peninggalan berupa naskah-naskah kitab ulama terdahulu – mengajarkannya dengan sistem sorogan di Pesantren dan di beberapa surau. 

Disamping itu, artefak dan ideofak berupa Batu Nisan, Makam, Masjid, Tempat Ritual yang hingga saat ini masih dapat kita saksikan menjadi penanda formulasi utama dalam membangun peradaban di masanya. 

Berangkat dari kajian inilah, kita dapat mengenal perwujudan dan wajah Islam Nusantara dengan sebenar-benarnya. 

Salah satu contoh, Masjid Agung Kudus memiliki menara yang serupa bangunan candi serta pola arsitektur yang memadukan konsep budaya Islam dengan budaya Hindu-Buddhis sehingga menunjukkan terjadinya proses akulturasi dalam Islamisasi Jawa.

Nah itulah informasi yang bisa kami bagikan, semoga informasi yang kami bagikan ini bermanfaat dan terima kasih telah membaca.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *