Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the wp-pagenavi domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the loginizer domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the schema-and-structured-data-for-wp domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /var/www/html/akreditasi.org/wp-includes/functions.php on line 6114
Ekologi Hutan Dan Penjelasan Lengkap - Akreditasi.org

Ekologi Hutan Dan Penjelasan Lengkap

Ekologi Hutan

Ekologi hutan adalah studi ilmiah mengenai keterkaitan antara pola, proses flora, fauna, dan ekosistem di dalam hutan. Ekosistem hutan adalah unit lahan tegakan pohon kayu yang terdiri semua tanaman, hewan, dan mikroorganisme (komponen biotik) yang berfungsi secara bersama-sama dengan komponen abiotik dari lingkungan.

Ekologi hutan adalah salah satu cabang dari tipe studi ekologi yang berorientasi pada faktor biotik (berlawanan dengan klasifikasi ekologi yang berbasis tingkat organisasi atau kerumitannya, seperti ekologi populasi dan ekologi komunitas).

Pohon sering kali menjadi fokus utama, namun bentuk kehidupan dan komponen lain seperti satwa liar dan nutrisi tanah dapat menjadi perhatian utama. Sehingga ekologi hutan merupakan cabang studi ekologi yang penting dan sangat beragam.

Ekologi hutan memiliki kesamaan karakteristik dan pendekatan metdologi dengan ekologi tumbuhan darat. Hanya keberadaan tegakan pohon yang membedakannya dengan ekologi tumbuhan darat, karena pohon adalah karakteristik utama hutan.

Karena pohon dapat tumbuh lebih besar dari bentuk tumbuhan lain, terdapat potensi keragaman struktur hutan (fisiognomi).

Sejumlah besar tata letak spasial yang mungkin terbentuk memiliki ukuran yang sangat bervariasi, dan spesies yang sangat beragam, serta lingkungan mikro yang bermacam-macam seperti pencahayaan sinar matahari, temperatur, kelembaban relatif, dan kecepatan angin.

Salah satu komponen penting ekosistem hutan seperti biomassa sering kali berada di dalam tanah, di mana struktur tanah, kuantitas dan kualitas air, serta jumlah nutrisi tanah bisa bervariasi.

Sehingga hutan merupakan lingkungan yang sangat heterogen jika dibandingkan dengan komunitas tumbuhan darat. Heterogenitas ini dapat memungkinkan keragaman hayati yang besar yang terdiri dari tumbuhan dan hean.

Ekologi hutan juga mempengaruhi desain strategi sampling inventarisasi hutan, dan merupakan faktor utama dalah meningkatkan jumlah satwa liar dan keragaman hayati.

Setiap spesies memiliki potensi ekologi yang diukur berdasarkan kapasitasnya dalam berkompetisi secara efektif terhadap spesies lainnya di suatu kawasan tertentu.

Metode pengukuran potensi ekologi suatu spesies secara kuantitatif telah dibuat oleh Hans-Jürgen Otto. ia membagi parameternya menjadi tiga:

  • Terkait kebutuhan lokasi, misal apakah spesies tahan terhadap temperatur yang rendah, iklim yang kering, dan sebagainya
  • Terkait kualitas secara spesies spesifik, seperti stabilitas, usia, kapasitas regenerasi, pertumbuhan, dan sebagainya
  • Terkait risiko yang tidak diduga, seperti ketahanan terhadap kebakaran hutan, musim dingin yang membeku, badai, wabah penyakit, dan sebagainya

Ekologi Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah hutan yang berkembang di daerah pasang surut air laut. Keberadaannya dijaga oleh pemerintah, karena fungsi ekologis hutan mangrove ini cukup menjanjikan dan bermanfaat baik bagi lingkungan juga masyarakat.

Di Indonesia sendiri ada banyak hutan mangrove yang tersebar di berbagai pulaunya. Hal ini tak mengherankan, sebab Indonesia memiliki banyak pantai yang membutuhkan fungsi dari hutan ini.

Fungsi Ekologis Hutan Mangrove

Fungsi ekologis adalah beberapa proses kimia, fisik, serta biologis yang berguna untuk melestarikan keseimbangan ekosistem. Dalam pembahasan ini, akan dijabarkan penjelasan mengenai fungsi ekologis hutan mangrove untuk ekosistem pesisir pantai, berikut ulasannya.

  • Mencegah Abrasi

Dikutip dari buku Model Pengelolaan Mangrove Berbasis Ekologi dan Ekonomi oleh Abdul Haris Sambu (2018:23) fungsi ekologis hutan mangrove secara fisik yang pertama adalah dapat melindungi pantai dari pergerakan air laut.

Hutan mangrove dapat melindungi permukaan pantai, baik gelombang air laut yang terus menerus maupun pasang surut air yang berkala. Dengan begitu, pantai akan terlindungi dari abrasi.

  • Habitat Satwa Langka

Adanya hutan mangrove, sering dijadikan habitat oleh beberapa hewan langka. Lebih dari 100 jenis burung hidup di hutan ini. Keberadaan hamparan daratan lumpur yang berbatasan dengan laut menjadi tempat strategis untuk mendaratnya ribuan burung migran.

  • Pengendapan Lumpur

Hutan mangrove mempunyai sifat fisik yakni membantu proses pengendapan lumpur. Dengan terjadinya pengendapan lumpur, maka akan terjadi penghilangan racun karena bahan tersebut sering terikat di partikel lumpur.

Tak hanya itu, adanya endapan dan tanah yang ditahan oleh hutan mangrove dapat mengembangkan garis pantai dari masa ke masa. Pertumbuhan garis pantai ini memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial untuk hidup dan berkembang.

  • Pencegah Bencana Alam

Tumbuhan yang ada di hutan mangrove mampu melindungi bangunan dan tanaman pertanian dari kerusakan akibat badai bermuatan garam. Dengan begitu, masyarakat sekitar akan terhindari dari kerugian akibat bencana tersebut.

  • Menambah Unsur Hara

Keberadaan hutan mangrove cenderung memperlambat aliran air sehingga menciptakan endapan. Seiring terjadinya pengendapan ini maka unsur hara yang berasal dari berbagai sumber akan muncul.

  • Pemeliharaan Iklim Mikro

Kelembaban dan curah hujan di kawasan pantai berhutan mangrove lebih mudah terjaga. Hal ini akan menjaga keseimbangan iklim supaya tidak terlalu gersang dan panas.

  • Mencegah Intrusi Laut

Intrusi laut adalah peristiwa terjadinya perembesan air laut menuju tanah daratan. Kondisi ini menyebabkan air tanah menjadi payau sehingga tidak sehat untuk dikonsumsi.

Pada kondisi inilah hutan mangrove berfungsi mengendapkan lumpur pada akar-akar pohon bakau sehingga mencegah intrusi laut ke daratan. Air tanah pun tak akan tercampur dengan air laut.

Persebaran Hutan Mangrove di Indonesia

Keberadaan hutan mangrove di Indonesia tidak merata. Hutan ini tersebar pada wilayah pesisir barat Pulau Sumatera, pesisir pulau Kalimantan, pesisir pulau Sulawesi, beberapa bagian di pantai utara Pulau Jawa, sebelah selatan Papua, dan beberapa pulau kecil lainnya.

Di Indonesia hutan mangrove memiliki luas mencapai 3 juta hektar. Hutan ini tersebar di sepanjang 95.000 km pesisir pantai Indonesia.

Ekologi Hutan Tropis

Hutan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat tinggi pada dasawarsa terakhir ini.

Pemahaman yang benar tentang ekologi hutan tropis merupakan salah satu upaya penting untuk kelestarian dan kemanfaatan berlanjut hutan tropis dunia.

Hutan hujan tropis adalah ekosistem yang paling beragam secara biologis di bumi. Meskipun hanya mencakup sebagian kecil permukaan bumi, kawasan ini merupakan rumah bagi sekitar 80% keanekaragaman hayati.

Luas hutan di Indonesia yang mencapai 88.496.000 hektar mewakili 10% dari hutan tropis yang tersisa di dunia, dan, meskipun terjadi tingkat deforestasi yang sangat besar, merupakan kawasan hutan terbesar di Asia (FAO, 2009).

Hutan hujan tropis terletak di 28 derajat utara dan selatan khatulistiwa, dan dicirikan oleh suhu hangat yang konstan serta tingkat kelembapan dan curah hujan yang tinggi, biasanya antara 80 hingga 430 inci per tahun (Mongabay, 2010).

Seperti ekosistem lainnya, hutan hujan tropis ditentukan oleh jumlah sinar matahari yang dapat mereka akses, dan karena setiap bulan di daerah tropis memiliki sinar matahari yang kuat, persaingan yang ketat untuk menerobos kanopi hutan yang lebat berarti hutan hujan tropis biasanya memiliki ciri-ciri yang tinggi, lurus, dan tinggi.

Pohon tak bercabang, yang menyebar menjadi tajuk besar ke arah atas. Curah hujan tahunan dalam jumlah besar berarti tanah hutan hujan mengalami limpasan air dalam jumlah besar, dan akibatnya, miskin unsur hara.

Sebagai kompensasinya, pohon-pohon tersebut memiliki akar yang dangkal sehingga memungkinkan mereka menyerap unsur hara dari lapisan kompos yang terbentuk di lantai hutan dari pembusukan pohon dan dedaunan (Brend, 2007).

Hutan Tropis yang merupakan hutan yang lembab yang selalu diguyur hujan atau selalu basah sepanjang tahun adalah hutan yang terletak di wilayah tropis secara spesifik.

Maksud dari wilayahspesifik adalah berada dilintang 23,5 LU sampai 23,5 LS pada geografis peta bumi. Hutan Tropis memiliki vegetasi  dan keaneka ragaman hayati yang luar biasa.

Vegetasi pada umumnya merupakan tumbuhan berdaun lebar, berbatang tinggi atau pohon tinggi, dan ada juga yang membentuk suatu kanopi atau atap hutan sehingga cahaya matahari tertutup dan tidak mampu menembus sampai lantai hutan permukaan tanah.

Hutan Tropis yang berada di wilayah kebun Balap (Batang Laping) yang terletak di Madina Kabupaten Mandailing Natal merupakan wilayah yang paling sulit dijangkau untuk diukur dan dipetakan letak geologi atau ekologi nya bahkan dengan menggunakan drone sekalipun.

Ini lah yang menyebabkan hutan tropis batang laping masih tergolong sehat atau masih tergolong asri. Hutan Tropis ini kaya akan ilmu dan manfaat ekologi nya.

Selain digunakan masyarakat setempat untuk mencari hasil hutan, juga dapat digunakan sebagai situs objek studi atau penelitian atau field trip kunjungan keilmuan atau pun sebagai objek wisata.

Masyarakat setempat yang masih bersifat ortodoks pada umumnya masih belum memahami keanekaragaman hayati dan manfaat ekologi yang terkandung di hutan tropis Kebun Batang Laping tersebut.

Karena hal tersebut tim dosen prodi Pendidikan Biologi turun kelapangan untuk melaksanakan field trip sekaligus kegiatan pengabdian masyarakat untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat betapa pentingnya hal tersebut untuk dilestarikan terkait keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya.

Hutan hujan tropis memiliki berbagai fungsi ekologis, seperti penyimpanan karbon dan siklus hidrologi yang merupakan salah satu bagian penting dari fungsi ekologi hutan hujan tropis.

Namun, transfer luas lahan hutan menjadi lahan pertanian, perumahan dan industri, telah menyebabkan penurunan luas dan fragmentasi hutan yang pada gilirannya dapat mempengaruhi fungsi ekologis hutan (Montagnini dan Jordan, 2005).

Degradasi hutan telah menjadi ancaman bagi sebagian hutan di Indonesia. Indonesia secara keseluruhan telah kehilangan lebih dari 20 juta ha tutupan hutan antara tahun 1985 dan 1997, laju deforestasi rata-rata mencapai 1,7 juta ha per tahun terutama di Sumatera Barat yaitu seluas 498.107 ha (FWI / GFW 2001).

Fragmentasi hutan dapat mengisolasi individu dan unit perkembangbiakan. Isolasi ini dapat meningkatkan resiko kepunahan lokal karena variasi ukuran populasi yang tidak ada (Morrison, Marcot, dan Mannan, 1992).

Degradasi hutan adalah penyebab terjadinya fragmentasi hutan yang mengarah ke kerusakan sementara atau permanen pada kepadatan atau struktur tutupan vegetasi atau komposisi spesiesnya (Grainger, 1993).

Deforestasi mudah terdeteksi terutama bila terjadi pada skala besar dan dapat memengaruhi penutupan kanopi hutan (Mudiyarso, 2008). Salah satu bentuk deforestasi dalam skala besar contohnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit.

Demikianlah detail pembahasan mengenai ekologi hutan. Semoga artikel ini dapat berguna untuk kita semua, sekian terima kasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *